Pemetaan
jati diri dan ingatan akan identitas seorang Indonesia Tionghoa memang terlalu
sulit dalam rentang waktu tertentu. Sebagai orang Indonesia Tionghoa, gambaran
umum tentang posisi perantauan yang jauh dari tanah kelahiran tentunya memang
sulit untuk diposisikan dalam bentuk apapun. Pada masa Orde Baru ingatan
tersebut tak ubahnya kucing dalam karung, dimana identitas seorang diri tidak
begitu saja dilepaskan dalam kondisi tertekan sekalipun. Media masa menjadi
wadah satu-satunya yang mampu menjaga ingatan tersebut meskipun ini berbahaya.
Bahasa
menjadi pengantar yang sangat dominan, bagi orang Tionghoa “menjadi Orang
Indonesia Tionghoa” pada dasarnya bukanlah suatu kehendak akan takdir yang
tidak selalu berpihak. Ungkapan “Indonesia Tionghoa” adalah batasan yang nyata
akan garis pemisah dari perbedabatan sengit kaum totok dan peranakan. Soeharto
yang tidak lain adalah penguasa penuh Orde Baru melihat keragaman, budaya dan religi
dari orang Tionghoa adalah dosa besar yang harus diasimilasikan ke dalam bangsa
Indonesia.
Judul Buku : Orang Indonesia Tionghoa
Mencari Identitas
Penulis : Aimee Dawis, Ph.D
Penerbit : Kompas Gramedia
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : Cetakan Kedua Mei 2010
Tebal Halaman : 253 + xxii
Dalam
buku yang ditulis oleh Aimee Dawis dari hasil penelitian disertasinya dalam
bidang komunikasi di Universitas New York, Amerika Serikat. Menggambarkan sebuah
catatan tentang pencarian jati diri orang Indonesia Tionghoa pada masa Orde
Baru. Dalam konteks ini penulis melihat bagaimana pencarian jati diri dan
identitas ingatan kolektif tersebut dibangun di tengah-tengah kondisi politik
yang tidak menguntungkan. “Keluarga saya
merupakan contoh tentang betapa samarnya batas antara totok dan peranakan. Ayah
saya tidak dapat digolongkan sebagai totok murni, meskipun kakek saya lahir di
kota kecil bernama Fu Qing di daerah Fu Jian, Tiongkok, dan nenek saya lahir di
Indonesia. Ibu saya adalah generasi ketiga Indonesia Tionghoa yang orang tuanya
lahir di Indonesia”, tulisnya dalam buku tersebut. Menurut Dawis tugas
pelik mengenal Indonesia Tionghoa tidak lah semudah membalikkan tangan. Sebagai
orang yang terlahir dari keluarga campuran, Dawis memahami ini bagian paling
sulit dalam hidupnya.
Istilah
Indonesia Tionghoa itu sendiri mengandung makna yang beragam dan multi tafsir. Secara
sosiologis bermakna orang-orang Indonesia yang terlahir dari orang tua
campuran. Penggunaan istilah tersebut setidaknya dipandang sebagai cerminan
dari mental pribumi yang menganggap mereka sebagai tamu. Sedangkan konotasi
yang hampir sama seperti orang China, Orang Cina dan orang Chino dipandang
merendahkan orang Tionghoa itu sendiri. Namun demikian penerimaan istilah orang
Indonesia Tionghoa memiliki signifikansinya dalam masyarakat Tionghoa sekarang,
khususnya generasi muda dari kalangan orang Indonesia Tionghoa itu sendiri.
Penelitian
Dawis menunjukan tentang proses peneguhan identitas pada dasarnya selalu
dilakukan meskipun itu dalam situasi politik yang tidak menguntungkan. Salah
satu hal yang paling populer pada waktu itu dilakukan melalui media masa. Media
masa membentuk jadi diri Tionghoa atau meng-Tionghoa kan kembali orang-orang
Tionghoa pada masa Orde Baru melalui film-film yang diimpor dari Hongkong dan
Taiwan. Film seri kung fu (seni bela
diri) seperti film The Legend of the
Condor Heroes, The Return of the Condor Heroes, dan Duke of Mount Deer, adalah
beberapa film yang digemari oleh orang Tionghoa pada masa Orde Baru. Bahkan
beberapa orang Tionghoa yang kaya raya terkadang harus menyelundupkan film film
tersebut agar bisa dibawa ke Indonesia.
Hal
menarik dari penelitian Dawis adalah sikap ambivalen nya Orde Baru
terhadap
orang Tionghoa, dimana dia menyoroti itu sebagai kebijakan yang mendua.
Pelarangan berbagai hal yang berhubungan dengan budaya Tiongkok, namun
demikian
Orde Baru pun di satu sisi membiarkan budaya Tiongkok berkembang pada
masa itu
salah satunya melalui media per-filman. Andi Lau dan Jackie Chan adalah
dua
aktris yang banyak digemari oleh orang Tionghoa pada masa Orde Baru.
Dalam
konteks ini pertanyaan mendasar dari Dawis adalah mengapa film-film
tersebut digemari oleh orang Indonesia Tionghoa pada masa Orde Baru,
lebih dari itu buku ini mengungkapkan bagaimana proses peneguhan
identitas tersebut dipertahankan dalam sekat-sekat yang suram dan samar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar